**Hmm malam lagi. Di
kamar lagi. Sendiri lagi. Memikirkanmu lagi. Entah sudah berapa malam yang aku lewati hanya dengan keadaan seperti ini.
Tak pernah ada sirkulasi lagi dalam malam-malamku setelah tanpamu.
*Aku memutar kembali
alur cerita kecil kita dalam folder tersembunyi itu. Dengan rokok di tangan,
sekaleng soft drink dan beberapa snack yang baru saja ku beli. Aku duduk manis
di depan joybook ini dan menikmati fase-fase gelap itu.
Beberapa hari setelah
penerimaaan cecunguk-cecunguk baru itu di kerajaan Hitam kita, kau dan aku
kembali dipertemukan oleh takdir
melalui kebetulan lagi. Ku harap kau
masih ingat tempat itu, saat itu dan apa yang ku lakukan saat itu. Aku yang
tengah sendiri membaca novel di salah satu bangku kampus. Kau ada di sana.
Seperti sedang menunggu seseorang jauh di depan aku berada. Kemudian kebetulan itu memalingkan konsentrasiku
dari novel yang ku baca ke arah kau berada. Aku mengenalmu. Senyuman yang
membuatku candu. Hingga sekali lagi kebetulan
menggerakkan lidahku meneriakkan namamu. Dan kejadian setelah itu bagai telah
tersusun rapi dalam buku perjalanan hidup kita. Dua orang yang seharusnya tak
pernah bertemu malah bertemu lagi.
Akhirnya kebetulan itu mengantarkan kita pada
perbincangan yang biasa dan wajar. Namun dengan kebetulan perbincangan kita makin menarik dan membuatku berpaling
dari novel yang tengah ku baca. Kita bercanda, saling menabrakkan pendapat,
berdebat dan kemudian sama-sama tertawa. Dan sekali lagi kebetulan itu membuatku jatuh pada lubang rasa yang seharusnya tak
harus aku rasakan, atau kalau bisa dapat terkendalikan olehku. Saat kau meminjam
korek pada orang-orang yang duduk di bangku kampus itu. Saat kau berjalan lewat
di belakangku. Dan ketika kebetulan
itu menarik jemarimu untuk mencubit kecil pipiku. Ketika itu senyuman yang
membuatku candu dan cubitan kecil yang membuatku jatuh hati adalah kau.
Kebetulan.
Aku selalu menyangka kita bertemu dan bicara adalah suatu kebetulan yang di buat takdir
sesuai apa yang tertera pada buku perjalanan hidup kita. Kebetulan. Aku selalu menyangka kita adalah salah satu korban dari kebetulan yang seharusnya tak mesti
terjadi. Tapi apakah kebetulan juga
ketika akhirnya kita saling bertukaran nomor ponsel. Apakah kebetulan juga ketika selanjutnya kita
saling mengirimkan pesan singkat dan bertemu. Apakah kebetulan juga aku menjadi melunak dan kita saling berbagi malam.
Apakah kebetulan juga ketika aku
melanggar semua etika yang aku pegang selama ini demi kau, candu hatiku.
Aku Sayang Kamu TAHEDE.
Aku tahu Aku Sayang Kamu TAHEDE sejak semua urutan kejadian itu tergores dalam
sejarah hitam kita. Semua kebetulan
itulah yang membuat Aku Sayang Kamu TAHEDE. Meski aku telah melakukan semua
cara untuk mengingkari bahwa Aku Sayang Kamu TAHEDE. Aku telah berusaha menjauh
dan pulang ke rumah. Aku tak pergi ke kampus agar tak ada kebetulan lagi yang bisa mempertemukan kita. Aku bahkan memberimu
dunia orang lain untuk kau masuki. Aku telah mempermainkan takdir agar semua candu hati ini enyah. Namun aku gagal. Takdir telah lebih dulu menarikkku dalam
arena semu kita. Takdir telah
mengerahkan kebetulan untuk membuat
kita tak bisa saling melihat dan bicara lagi.
TAHEDE. Aku
menyayangimu. Tapi kebetulan - kebetulan yang mempertemukan kita kini
menciptakan jurang untuk kita. Tak lagi ku jumpai kau di kampus. Nomormu tak
lagi bisa ku hubungi. Aku putus asa dan mulai gila mencarimu. Canduku mulai
bereaksi dengan cepat. Namun aku hanyalah sebuah bidak kecil yang tengah
dipermainkan oleh kebetulan dan
sedang di tertawai oleh takdir. Dan
aku kembali pada siklus hidup yang lama tanpa candu. Tetap ke kampus, mengikuti
kuliah yang tidak menarik, berjalan sendiri dengan dunia khayalan, menikmati
semilir angin dan tertawa bersama orang-orang yang hidup di kerajaan Hitam
kita. Sesekali kita masih bertemu. Namun canduku telah ku simpan rapi
dalam-dalam. Sesekali kita bicara. Namun tak bisa kau rasakan canduku lagi.
Hingga kita sampai di suatu ketika yang merupakan puncak dari sekeping kisah
kita ini. Kita, kau dan aku, untuk jangka waktu yang lama, entah untuk berapa
bulan, benar-benar tak bertemu lagi.
TAHEDE. Tak ada yang
tahu bagaimana aku begitu tampak baik-baik saja padahal tengah mencandukanmu.
Aku pun tak tahu. Aku hanya terus-terusan menyibukkan diri agar tak ada waktu
untuk mencandukanmu. Aku, kebetulan
dan takdir semakin bermasalah. Sampai
aku menyerah dan mulai berusaha dengan giat untuk melenyapkan candu ini.
Berulang-ulang aku meyakinkan diriku sendiri bahwa kita tak pernah bertemu, dan
bukankah memang seharusnya begitu. Hingga setiap keping-keping waktu yang
beranjak tak lagi mampu membuatku candu.
Aku Sayang Kamu TAHEDE.
Masih saja. Meski dengan semua usaha kerasku. Dengan semua doaku. Dengan semua
kesibukanku. TAHEDE ... Aku Sayang Kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar